Di era modern, dunia kerja mengalami perubahan paradigma yang signifikan. Jika dulu gelar akademik dari sekolah formal dianggap sebagai tiket utama untuk mendapatkan pekerjaan, kini sertifikasi keterampilan dan kompetensi justru menjadi syarat yang lebih dominan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah pendidikan formal masih relevan di tengah perubahan kebutuhan dunia kerja? Dan apakah sekolah formal perlu beradaptasi dengan mempersiapkan peserta didik menjadi tenaga ahli yang siap kerja?
Perubahan tren di dunia kerja menunjukkan bahwa banyak perusahaan kini lebih memprioritaskan calon karyawan yang memiliki sertifikasi keterampilan spesifik daripada ijazah akademik. Sertifikasi profesi dianggap sebagai bukti konkret bahwa seseorang memiliki kompetensi yang relevan dengan pekerjaan tertentu. Berikut adalah beberapa faktor yang mendasari fenomena ini:
Kebutuhan akan Keterampilan Praktis: Dunia kerja semakin membutuhkan tenaga ahli dengan keterampilan praktis yang langsung dapat diterapkan di lapangan. Misalnya, di bidang teknologi informasi, seseorang dengan sertifikasi seperti AWS (Amazon Web Services) atau Cisco memiliki nilai lebih dibandingkan dengan lulusan universitas tanpa pengalaman atau keterampilan teknis serupa.
Percepatan Teknologi: Kemajuan teknologi mengharuskan tenaga kerja untuk terus memperbarui keterampilan mereka. Sertifikasi sering kali dirancang untuk memenuhi kebutuhan teknologi terbaru, sementara kurikulum sekolah formal cenderung lebih lambat beradaptasi.
Efisiensi Rekrutmen: Sertifikasi menjadi indikator kemampuan yang lebih cepat diukur oleh perusahaan dibandingkan dengan mengevaluasi latar belakang akademik seseorang.
Di Indonesia, fenomena ini juga terlihat pada sektor pendidikan. Bahkan untuk menjadi guru, sertifikasi profesi lebih diutamakan dibandingkan dengan ijazah formal strata 2 atau strata 3. Hal ini menunjukkan bagaimana kebutuhan dunia kerja telah bergeser dari sekadar memandang gelar akademik ke fokus pada bukti kompetensi nyata.
Beberapa data menunjukkan pentingnya sertifikasi dibandingkan dengan pendidikan formal dalam dunia kerja:
Tingkat Pengangguran Fresh Graduate: Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, tingkat pengangguran terbuka (TPT) untuk lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mencapai 11,13%, diikuti oleh lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 6,45%, lulusan universitas sebesar 5,98%, dan lulusan diploma I, II, dan III sebesar 5,87%. Tingginya tingkat pengangguran menunjukkan bahwa banyak lulusan belum memiliki keterampilan atau sertifikasi yang relevan dengan dunia kerja.
Kualifikasi Tenaga Kerja: Menurut Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, mayoritas pekerja di Indonesia yang diserap berada di bawah kualifikasi yang dibutuhkan. Hal ini menegaskan pentingnya pengembangan keterampilan melalui sertifikasi.
Sertifikasi Tenaga Kerja: Berdasarkan data Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) per Juli 2023, jumlah tenaga kerja yang telah tersertifikasi mencapai 7.995.017 orang. Namun, angka ini masih dinilai perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan industri.
Data-data tersebut mencerminkan bahwa sertifikasi keterampilan telah menjadi kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan daya saing lulusan di pasar kerja.
Dengan meningkatnya kebutuhan akan sertifikasi dan keterampilan praktis, sekolah formal menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan relevansinya. Beberapa kelemahan sistem pendidikan formal saat ini antara lain:
Kurikulum yang Kurang Responsif: Banyak sekolah formal masih menggunakan kurikulum yang terlalu teoritis dan kurang relevan dengan kebutuhan dunia kerja modern.
Minimnya Fokus pada Vokasi: Sebagian besar institusi pendidikan formal di Indonesia belum memberikan perhatian yang memadai pada pembelajaran berbasis vokasi atau keterampilan teknis.
Kesenjangan antara Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja: Pendidikan formal sering kali gagal menjembatani kebutuhan industri dengan materi yang diajarkan di kelas, sehingga lulusan cenderung memerlukan pelatihan tambahan sebelum siap bekerja.
Agar tetap relevan, sekolah formal perlu melakukan perubahan mendasar. Salah satu strategi yang dapat diambil adalah dengan mengintegrasikan pendidikan berbasis skill dan sertifikasi ke dalam kurikulum. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diimplementasikan:
Mengembangkan Kurikulum Berbasis Vokasi: Sekolah perlu menambahkan program-program vokasi yang mengajarkan keterampilan teknis spesifik sesuai kebutuhan industri, seperti pemrograman, pengelasan, desain grafis, atau tata boga.
Kolaborasi dengan Industri: Sekolah dapat bekerja sama dengan perusahaan atau lembaga sertifikasi untuk menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi yang diakui secara profesional.
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning): Metode ini memungkinkan siswa untuk mempraktikkan keterampilan mereka secara langsung melalui proyek nyata yang relevan dengan dunia kerja.
Mendorong Sertifikasi Internasional: Sekolah dapat memfasilitasi siswa untuk mengikuti ujian sertifikasi internasional yang diakui secara global, seperti TOEFL, MOS (Microsoft Office Specialist), atau Google Analytics.
Peningkatan Kompetensi Guru: Guru juga perlu dilatih untuk memiliki pemahaman tentang kebutuhan industri dan keterampilan teknis yang relevan.
Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah menciptakan ekosistem pendidikan hibrida, di mana sekolah formal tetap memberikan pendidikan dasar dan teori, tetapi juga menambahkan modul keterampilan praktis dan program sertifikasi. Dengan cara ini, lulusan tidak hanya memiliki pengetahuan akademik tetapi juga kompetensi teknis yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Sebagai contoh:
Bidang Teknologi: Sekolah dapat menawarkan program sertifikasi coding seperti Python atau Java sebagai bagian dari mata pelajaran teknologi informasi.
Bidang Pariwisata: Siswa dapat dilatih untuk mendapatkan sertifikasi kompetensi seperti Tour Guide License.
Bidang Kesehatan: Siswa dapat mempelajari keterampilan dasar seperti pertolongan pertama (first aid) yang disertifikasi oleh lembaga terpercaya.
Fenomena meningkatnya kebutuhan akan sertifikasi keterampilan dan relevansi praktis memunculkan tantangan besar bagi sekolah formal untuk tetap relevan. Sekolah harus bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan teori tetapi juga mempersiapkan siswa dengan keterampilan praktis dan sertifikasi yang diakui secara profesional.
Dengan mengintegrasikan pendidikan vokasi dan sertifikasi ke dalam kurikulum, sekolah formal dapat menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja, sehingga menghasilkan lulusan yang kompeten, relevan, dan siap menghadapi tantangan global.